BANDUNG – Dalam upaya memperkuat pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diinisiasi pemerintah melalui Badan Gizi Nasional (BGN), Aliansi Kabupaten/Kota Peduli Sanitasi (AKKOPSI) bersama Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI) menggelar Pencanangan Nasional Gerakan Laik Higiene Sanitasi (LHS)pada setiap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Acara ini berlangsung di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, dan dihadiri oleh Wakil Menteri Kesehatan RI, dr. Benyamin Paulus Oktavianus, Sp.P(K), Wakil Kepala BGN Irjen Pol (Purn) Sony Sonjaya, Bupati Bandung, anggota DPR RI, serta perwakilan lebih dari 7.000 SPPG dari seluruh Indonesia.
Dalam arahannya, Wakil Kepala BGN, Irjen Pol (Purn) Sony Sonjaya, menegaskan bahwa setiap SPPG wajib memiliki pengawas laik higiene sanitasi yang dilakukan oleh Tenaga Sanitasi Lingkungan profesional. Hal ini menjadi langkah penting dalam menjaga kualitas dan konsistensi pelaksanaan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS)di seluruh Indonesia.
“Pengawasan laik higiene sanitasi bukan sekadar formalitas administratif, tapi komitmen untuk memastikan setiap pangan yang disajikan dalam program MBG benar-benar aman dan higienis,” ujar Sony.
Ia menyoroti pentingnya pengelolaan limbah ramah lingkungan di setiap dapur gizi. Setiap SPPG diharapkan memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang sesuai kondisi lokal, serta menerapkan prinsip Reduce, Reuse, Recycle (3R) secara terintegrasi.
“Pendekatan ini bukan hanya teknis, namun menjadi moral ekologis sebagai bentuk tanggung jawab kita terhadap keberlanjutan alam,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua Umum PP HAKLI, Prof. Dr. Arif Sumantri, menyampaikan bahwa sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam kebijakan pembinaan laik higiene sanitasi merupakan langkah bijak yang memperkuat sistem pengawasan di SPPG.
“Upaya ini bukan sekadar tanggung jawab struktural, tetapi bentuk ikhtiar preventif untuk menekan risiko keracunan pangan dari program MBG,” jelas Arif.
Ia jmenekankan pentingnya peran Tenaga Sanitasi Lingkungan, Sarjana Terapan Sanitasi Lingkungan, serta Sarjana Kesehatan Masyarakat peminatan Kesehatan Lingkungan dalam pelaksanaan pengawasan LHS. Mereka akan ditempatkan di setiap SPPG melalui program pelatihan dan sertifikasi kompetensi, guna menjamin keamanan pangan serta mendukung pengelolaan limbah yang bernilai ekonomi sirkular bagi masyarakat.
“Dalam perspektif akademik, hubungan antara sanitasi, gizi, dan ketahanan kesehatan sangat erat. Sebagaimana data WHO (2024) menunjukkan, 45% penyakit diare di dunia masih disebabkan lemahnya pengelolaan air bersih dan sanitasi dasar. Karena itu, Aksi Nyata LHS bukan sekadar kegiatan teknis, tapi gerakan moral menuju bangsa yang sehat, tangguh, dan berkeadilan ekologis,” tegasnya.
“Jika kebersihan adalah sebagian dari iman, maka LHS adalah sebagian dari kedaulatan bangsa,” tambahnya dengan penuh makna.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri Kesehatan RI, dr. Benyamin Paulus Oktavianus, Sp.P(K), menegaskan bahwa pendayagunaan tenaga ahli sanitasi lingkungan di setiap SPPG adalah kewajiban yang tidak dapat ditawar.
“SPPG harus menjadi ruang implementasi nyata ilmu kesehatan lingkungan. Para ahli sanitasi wajib menegakkan standar laik higiene sanitasi agar pangan yang disajikan tidak hanya bergizi, tetapi juga aman dari potensi keracunan,” ujar Benyamin.
Ia menambahkan, kegiatan Aksi Nyata LHS diikuti oleh lebih dari 7.000 SPPG secara daring melalui metode MOOC, serta 550 penjamah pangan secara luring dari berbagai SPPG di Kabupaten Bandung dan sekitarnya.
“Setiap SPPG wajib memiliki SLHS, yang mencakup pelatihan bagi penjamah pangan, inspeksi kesehatan lingkungan, serta pengambilan sampel air dan komponen sanitasi dasar. Semua ini adalah langkah preventif untuk memastikan keamanan pangan di seluruh rantai pelayanan gizi,” tegasnya.
Pencanangan Gerakan Nasional Laik Higiene Sanitasi (LHS) pada Setiap SPPG ini menjadi tonggak penting dalam membangun kesadaran kolektif bahwa sanitasi bukan sekadar urusan teknis, melainkan fondasi kesehatan dan kedaulatan bangsa.
Melalui kolaborasi AKKOPSI, HAKLI, BGN, dan Kementerian Kesehatan, gerakan ini diharapkan dapat memastikan bahwa setiap makanan bergizi yang disajikan dalam program MBG aman, higienis, dan berkelanjutan, sekaligus mencerminkan tanggung jawab ekologis, sosial, dan spiritual bangsa Indonesia. (***)
Tidak ada komentar